Friday, December 15, 2006

DITINGGAL SANG PENDIRI

Meninggalnya Tirto Utomo secara mendadak sempat membuat biduk kepemimpinan AQUA mengalami goncangan selama 2 tahun. Willy Sidharta pun dituntut menjadi pemegang tongkat estafet berikutnya.


Tahun 1994, Piala Thomas dan Piala Uber akan diselenggarakan di Indonesia. Tirto Utomo pun ditunjuk menjadi Ketua Panitia Penyelenggara.

Awalnya Tirto Utomo menjadi pengurus PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia) pada waktu organisasi itu masih dipimpin Ferry Sonneville pada 1980. Jabatannya sebagai Ketua Bidang Dana. Seperti sering diceritakan Tirto Utomo sendiri persentuhannya dengan olah raga bulu tangkis terjadi ketika ia menjadi wakil Pertamina di London pada masa keemasan Rudy Hartono dan kawan-kawan di ajang All England. Ketika Tirto menjadi direktur anak perusahaan Pertamina, Far East Oil, tugasnya yang sering bolak balik ke Jakarta-Tokyo membuatnya ikut pula mendukung tim Piala Thomas dan Tim Piala Uber sewaktu tampil di negeri Sakura itu pada 1970-an.

Semasa kepemimpinan Try Sutrisno, Tirto Utomo tetap aktif di kepengurusan harian PBSI dari bidang dana menjadi bendahara dan selanjutnya bidang litbang. Dia juga membantu PBSI melalui pendirian Pusdiklat AQUA yang dibiayai perusahaannya di empat lokasi yakni Surabaya, Lawang, Bali dan Timtim.

Sebenarnya pada 1993 Tirto Utomo sudah bertekad tidak aktif di kepengurusan harian.”Sudah cukuplah, saya berterima kasih dipercaya duduk sebagai pengurus selama 13 tahun di PBSI. Saya ini sudah tua,” katanya seperti dikutip Harian Kompas. Namun, Tirto tidak bisa menolak ketika tim formatur Musyawarah Nasional PBSI di Palembang pada bulan November 1993 memintanya duduk kembali sebagai Ketua Bidang Luar Negeri.

Posisi baru tersebut tugasnya lebih berat dibandingkan ketika masih di bagian dana, bendahara dan litbang. Jika sebelumnya Tirto Utomo bisa sekadar ikut rapat saja kini ia harus bertandang ke luar negeri untuk mengurusi berbagai hal. Tugas baru tersebut membuat tanggung jawab Tirto Utomo semakin berat karena Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah putaran final Piala Thomas dan Piala Uber dan ia ditetapkan sebagai ketua penyelenggara.

Sejak awal 1994 Tirto harus memikirkan berbagai hal agar semua sukses dalam arti penyelenggaraan berlangsung mulus. Maka ia amat gembira ketika penyelenggaraan kejuaran itu memperoleh sponsor dari PT Unilever Indonesia. ”Kalau perusahaan multinasional mau jadi sponsor itu artinya kejuaran Piala Thomas dan Piala Uber punya arti penting. Mereka tidak akan sembarang keluar duit,” ujarnya kepada Kompas sewaktu penandatangan kontrak sponsor di Jakarta awal Maret 1994.”Di masa mendatang perusahaan besar lainnya juga pasti mau menjadi sponsor. Ini bisa menjadi momen penting,”

Kesibukan Tirto makin meningkat, disamping menangani AQUA yang sudah mulai digerogoti pangsa pasarnya oleh para pesaingnya yang jumlahnya semakin banyak dan beberapa sangat agresif, tugasnya sebagai Ketua Panitia Penyelenggara Thomas dan Uber Cup sangat menyita waktu, tenaga dan pikirannya.

Malam itu, tanggal 15 Maret 2004, kebetulan hari itu bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri, karena di rumah para pembantu sedang pulang kampung semuanya – Tirto Utomo beserta keluarga makan malam bersama di sebuah restoran di kawasan Pondok Indah. Semua berlangsung dengan baik dan tidak ada yang merasa atau mengira bahwa itu adalah makan malam bersama terakhir bersama Tirto Utomo.

Kepergian almarhum, menurut penuturan istrinya Ny. Lisa Utomo terjadi tidak lama setelah tengah malam. Saat itu, Tirto yang baru terbangun dari tidurnya mengeluh sakit kepala dan batuk-batuk.” Ik agak pusing. Tolong ambilkan air,” katanya dalam bahasa campuran Belanda dan Indonesia kepada istri yang dinikahinya sejak tahun 1957 itu. Tirto sendiri menunggu sambil duduk di ranjang kamar depan rumah mereka di Jalan Haji Ipin No.2 Jakarta Selatan.

Setelah minum, Tirto berbaring dan itulah tidur abadinya. Sarjana Hukum Lulusan FH-UI tahun 1959 itu meninggal dunia sekitar 00.30 WIB ketika hari sudah berganti menjadi Rabu, 16 Maret 1994 dalam usia 64 tahun lebih sepekan. Tirto Utomo wafat tanpa meninggalkan pesan sama sekali.

Menurut Janto, anak ketiga Tirto Utomo yang waktu menjabat sebagai Direktur Pemasaran PT AQUA Golden Mississippi, ayahnya pada hari Selasa itu berbicara cukup panjang lebar dengannya. Walaupun tinggal di Jalan Galuh, Kebayoran Baru, setiap akhir pekan keluarga Tirto Utomo berkumpul di rumah yang terletak di kawasan Pondok Labu. Rumah itu dikelilingi taman rindang dengan luas ribuan meter persegi. Anak pertamanya Milena waktu itu berusia 35 tahun dan menjalankan bisnis perkayuan di Jambi. Anak keduanya Meutia (32) mengelola jaringan restoran milik Tirto Utomo. Sementara, Yanto (28) selain di AQUA juga magang di Wirabuana Agung yang mengelola VIT, second brand di bisnis AMDK sedangkan anak bungsunya Teddy (19) masih duduk di bangku SMA.

Hingga saat ajal menjemput, AQUA, perusahaan yang diawali dengan keuletan itu mampu melebarkan sayap menjadi 15 pabrik yang tersebar dari Jakarta hingga ke kawasan Barat dan Timur Indonesia. Malahan beroperasinya pabrik di kota kelahiran Wonosobo yang akan diresmikan pada Senin, 21 Maret 1994 tak sempat disaksikannya karena ia telah dipanggil ke hadirat Illahi pada Rabu dini hari tanggal 16 Maret 1994.

“Ini mengejutkan bagi kami semua, karena Pak Tirto bukan sekadar ayah bagi keempat anaknya,tetapi juga bagi kami 4000 karyawan yang hidup dari karyanya,” ujar Willy Sidharta selaku Presiden Direktur PT AQUA Golden Mississippi di rumah duka Jalan Haji Ipin No. 2, Karang Tengah I/2, Pondok Labu, Jakarta Selatan.

Jenazah Tirto Utomo dimakamkan di pemakaman keluarga Jelegong, Wonosobo pada hari Jum’at , 18 Maret 1994.

Di rumah duka hadir Ketua Umum PB PBSI yang juga Wakasad Letjen Soerjadi bersama sejumlah pengurus dan mantan pengurus PBSI, mantan Menlu Mochtar Kusumaatmadja serta mantan Ketua Umum PSSI Kardono. Dari kalangan perminyakan, Preskom Caltex Harun Al Rasjid dan sejumlah pejabat Pertamina tempat bekerja Tirto Utomo sampai tahun 1978. Sedangkan dari kalangan mantan pemain buku tangkis tampak Liem Swie King, Hadibowo, Lius Pongoh dan Eddy Jusuf.

Bagi permain bulu tangkis, Tirto Utomo dikenal suka mentraktir terutama kalau di luar negeri atau di restoran OASIS yang dimilikinya di Jakarta. Tetapi menurut penuturan Ibu Lisa Tirto Utomo atau Ibu Kienke, suaminya tidaklah seroyal itu. “Suami saya mentraktir bila para atlet sudah menunjukkan prestasi seperti pada atlet Icuk Sugiarto maupun Liem Swie King,” ujarnya.

Kini, sepeninggal Tirto maka tanggung jawab AQUA sepenuhnya ada ditangan Willy Sidharta karena Tirto Utomo pada waktu meninggal belum sempat menunjuk pihak keluarga untuk menjadi penggantinya.
Bagaimana pun Tirto Utomo memang seorang pionir. Bayangkan ketika Indonesia baru mengenal sejumlah minuman ringan dengan berbagai rasa, ia malah mengenalkan air mineral sebagai minuman segar yang harganya lebih mahal dari satu liter bensin.

Bahkan, Tirto Utomo membuktikan bahwa usaha rintisannya bukan lagi jago kandang sekalipun pendapatan usahanya tidak tergolong kelas wahid di pelataran bisnis nasional. Di tahun 1991, misalnya, AQUA terpilih sebagai minuman resmi hari kemerdekaan Negara pulau itu sekaligus minuman untuk festival Swing Singapore 1991.

Sementara itu, di seluruh penjuru tanah air merek dagang AQUA begitu dominan sehingga kemudian menjadi merek generik. Tidak mengherankan bila konsumen menyebut setiap jenis minuman air mineral dengan sebutan AQUA. Pantaslah bila Tito Utomo disebut sebagai Bapak AQUA.***





No comments: